https://nutriciaprofessional.id/nutrisi-awal-kehidupan/alergi/alergi-protein-susu-sapi/tata-laksana-alergi
228
tata-laksana-alergi
Protein Utuh
Peptida Besar
Peptida Kecil
Asam Amino
Tata Laksana Alergi Susu Sapi
Dengan tata laksana yang akurat, kita bisa mendukung tumbuh kembang anak alergi protein susu sapi dengan lebih optimal.
Prinsip Utama
Dengan tata laksana yang akurat, kita bisa mendukung tumbuh kembang anak alergi protein susu sapi dengan lebih optimal.
ASI Tetap Pilihan Terbaik Pada Bayi Dengan Alergi Susu Sapi
Ibu Harus Eliminasi Protein Susu Sapi Dari Diet dan Diberi Suplementasi Kalsium Jika Diperlukan
Bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi, ibu dapat melanjutkan pemberian ASI dengan menghindari protein susu sapi dan produk turunannya pada makanan sehari-hari. Suplementasi kalsium perlu dipertimbangkan pada ibu menyusui yang membatasi protein susu sapi dan produk turunannya.2
Mengenal Formula Hipoalergenik
Susu hipoalergenik adalah susu yang tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90% bayi/anak dengan diagnosis alergi susu sapi bila dilakukan uji klinis tersamar ganda dengan interval kepercayaan 95%.2
Formula Hipoalergenik Berbasis Protein Hewani3
Formula Susu Sapi
Formula Partial Hydrolized Formula (pHF)
Formula Extensive Hydrolized Formula (eHF)
Formula Asam Amino
Formula Hipoalergenik Berbasis Protein Nabati
Formula Soya Direkomendasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia Sebagai Formula Hipoalergenik Alternatif
Pada tinjauan pustaka sistematis dan meta-analisis yang dilakukan oleh Vandenplas dan rekan (2014), dilaporkan bahwa “Tidak ada perbedaan signifikan dalam hal parameter pertumbuhan/antropometri pada bayi yang memperoleh formula isolat kedelai dibandingkan dengan jenis formula lain.” Selain itu, tidak juga dijumpai adanya perbedaan bermakna pada penanda imunitas serta fungsi neurokognitif pada bayi yang mengonsumsi formula.4
Tabel Rekomendasi Formula Hipoalergenik10,12,21,22
Pada bayi dengan ASI eksklusif maka eliminasi protein susu sapi dari diet ibu selama 2-4 minggu lalu perlahan dikenalkan kembali. Pemberian ASI dapat diteruskan dan ibu harus menghindari susu sapi dan produk turunannya pada makanan sehari-hari hingga bayi berusia 9-12 bulan atau minimal selama 6 bulan. Pada bayi yang tidak mendapatkan ASI karena adanya kondisi medis, sehingga mengkonsumsi susu formula maka susu formula berbahan dasar susu sapi dapat diganti dengan susu terhidrolisat ekstensif (eHF). Formula susu terhidrolisat ekstensif (eHF) merupakan susu hipoalergenik yang dianjurkan pada alergi susu sapi dengan gejala klinis ringan atau sedang.
Apabila anak dengan alergi susu sapi dengan gejala klinis ringan atau sedang tidak
mengalami perbaikan dengan susu terhidrolisat ekstensif, maka dapat diganti menjadi
formula asam amino (AA). Pada anak dengan alergi susu sapi dengan gejala klinis berat
dianjurkan untuk mengonsumsi formula asam amino. Apabila pemberian susu eHF atau formula
AA terdapat kendala biaya atau tidak tersedia maka formula soya dapat
diberikan.2
Penggunaan formula pHF juga cukup efektif biaya dalam mencegah atopi dibandingkan susu
formula sapi standar. Tidak terdapat bukti bahwa pHF berbahaya bagi bayi cukup bulan
yang sehat sehingga penggunaan pHF dapat dipertimbangkan pemberiannya pada
bayi.5
1. Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, Hill D, Isolauri E, Koletzko S, et al. Guidelines for the diagnosis and management of cow’s milk protein allergy in infants. Archives of disease in childhood. 2007;92(10):902-8.
2. Indonesia IDAI. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Diagnosis dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi. Jakarta: IDAI. 2014.
3. Lobato-van Esch E. Cow's milk allergy: avoidance versus tolerance: new concepts for allergy management: Utrecht University; 2011.
4. Vandenplas Y, Castrellon PG, Rivas R, Gutiérrez CJ, Garcia LD, Jimenez JE, et al. Safety of soya-based infant formulas in children. British journal of nutrition. 2014;111(8):1340-60.
5. Vandenplas Y, Munasir Z, Hegar B, Kumarawati D, Suryawan A, Kadim M, et al. A perspective on partially hydrolyzed protein infant formula in nonexclusively breastfed infants. Korean journal of pediatrics. 2019;62(5):149.